Konsepsi KPH
Dari
120,3 juta Ha kawasan hutan negara, hampir separuhnya (46,5% atau
55,93 juta hektare) tidak dikelola secara intensif. Di antara kawasan
itu adalah 30 juta Ha hutan dibawah wewenang Pemerintah Daerah. Baru
sekitar 64,37 juta Ha (53,5%) hutan yang dikelola dengan cukup
intensif. Kawasan hutan yang dikelola intensifsebagian besar merupakan
hutan produksi dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
KayuIUPHHK) seluas 36,17 juta hektare. Yang dikelolaberdasarkan sistem
hutan alam oleh 324 unit usaha seluas 26,2 juta Ha. Yang dikelola dengan
sistem Ha, serta kelompok-kelompok hutan konservasi sebanyak 534
lokasi seluas 28,2 juta Ha.
Namun demikian, baik kawasan yang dikelola dan tidak dikelola terjadi konflik atau ada potensi konflik tentang pemanfaatan hutan. Diperkirakan seluas 17,6 juta Ha – 24,4 juta Ha hutan terjadi konflik berupa tumpang-tindih klaim hutan Negara dan klaim masyarakat adat atau masyarakat local lainnya, pengembangan desa/kampung, serta adanya izin sektor lain yang dalam praktiknya terletak dalam kawasan hutan. Ketiadaan pengelolaan hutan, dan konflik atau potensi konflik mengakibatkan hilangnya sejumlah insentif pelestarian hutan alam yang masih ada dan disinsentif bagi pelestarian hasil rehabilitasi hutan dan lahan. Dalam skala nasional, luasnya hutan yang tidak dikelola menjadi penyebab lemahnya pemerintah menjalankan kewajiban dalam mengamankan asset hutan alam maupun hasil rehabilitasi. Situasi yang sama dialami para pemegang hak atau izin.
Realitas di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan, baik mempertahankan hutan alam yang tersisa maupun membangun hutan tanaman baru dan diharapkan berhasil, diperlukan prioritas kegiatan teknis sekurang-kurangnya mencakup:]
1. Penyelesaian masalah kawasan hutan yang telah terjadi dan menghindari terjadinya masalah baru di masa depan serta meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan konservasi dan hutan lindung
2. Mempermudah akses bagi penerima manfaat atau dapat menekan terjadinya ekonomi biaya tinggi serta terdapat landasan kuat untuk mengalokasikan manfaat hutan secara adil
3. Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi penguatan kelembagaan local terutama yang mendapat akses pemanfaatan sumberdaya hutan, peningkatan efisiensi ekonomi maupun pengembangan nilai tambah hasil hutan.
Ketiga kegiatan teknis tersebut harus dilakukan dan berorientasi pada perencanaan secara spasial dengan memperhatikan situasi sosial ekonomi lokal serta menyatukan arah pelaksanaan kegiatan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kebupaten/Kota. Untuk keperluan inilah pembangunan KPH menjadi solusi strategis yang tidak dapat dihindari.
Landasan pembentukan KPH didasarkan terutama oleh beberapa peraturan-perundangan, sebagai berikut:
1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan
4. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota
5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
6. Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH.
7. Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan
Hutan pada KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP)
8. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.
Berdasarkan peraturan-perundangan tersebut, dijelaskan pokok-pokok kandungan isinya yang menjadi pilar kebijakan pembentukan KPH. Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaan tersebut negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat, meliputi:
1. Perencanaan kehutanan
2. Pengelolaan hutan
3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan
4. Pengawasan.
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan,meliputi:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
d. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
f. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota untuk diimplementasikan
3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan telah ditetapkan tugas pokok dan fungsi KPH. Tugas pokok dan fungsi KPH tersebut – terutama untuk KPHP dan KPHL – sebelum ada KPH sebagian dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/ Kota dan sebagian diantaranya dilaksanakan oleh para pemegang ijin. Dengan demikian, maka sebelum ada KPH, seluruh tugas pokok dan fungsi KPH tetap dijalankan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPH tersebut yaitu pada penyelenggaraan manajemen pengelolaan hutan di tingkat tapak/lapangan, sedangkan tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan yaitu penyelenggaraan pengurusan/ administrasi kehutanan.
Dalam rangka pembangunan KPHP dan KPHL di Indonesia maka kementerian kehutanan telah menetapkan indikator kinerja utama (IKU) yang terkait dengan KPH yang tertuang pula dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan pada Permenhut No. P51/Menhut-II/2010 tentang penetapan wilayah KPH di seluruh Indonesia dan beroperasinya 120 KPH maka perlu dibentuk KPH Model di Seluruh Indonesia. Pembangunan KPHP dan KPHL meliputi tiga aspek yaitu pembangunan wilayah, pembentukan organisasi dan penyusunan rencana.
Namun demikian, baik kawasan yang dikelola dan tidak dikelola terjadi konflik atau ada potensi konflik tentang pemanfaatan hutan. Diperkirakan seluas 17,6 juta Ha – 24,4 juta Ha hutan terjadi konflik berupa tumpang-tindih klaim hutan Negara dan klaim masyarakat adat atau masyarakat local lainnya, pengembangan desa/kampung, serta adanya izin sektor lain yang dalam praktiknya terletak dalam kawasan hutan. Ketiadaan pengelolaan hutan, dan konflik atau potensi konflik mengakibatkan hilangnya sejumlah insentif pelestarian hutan alam yang masih ada dan disinsentif bagi pelestarian hasil rehabilitasi hutan dan lahan. Dalam skala nasional, luasnya hutan yang tidak dikelola menjadi penyebab lemahnya pemerintah menjalankan kewajiban dalam mengamankan asset hutan alam maupun hasil rehabilitasi. Situasi yang sama dialami para pemegang hak atau izin.
Realitas di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan, baik mempertahankan hutan alam yang tersisa maupun membangun hutan tanaman baru dan diharapkan berhasil, diperlukan prioritas kegiatan teknis sekurang-kurangnya mencakup:]
1. Penyelesaian masalah kawasan hutan yang telah terjadi dan menghindari terjadinya masalah baru di masa depan serta meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan konservasi dan hutan lindung
2. Mempermudah akses bagi penerima manfaat atau dapat menekan terjadinya ekonomi biaya tinggi serta terdapat landasan kuat untuk mengalokasikan manfaat hutan secara adil
3. Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi penguatan kelembagaan local terutama yang mendapat akses pemanfaatan sumberdaya hutan, peningkatan efisiensi ekonomi maupun pengembangan nilai tambah hasil hutan.
Ketiga kegiatan teknis tersebut harus dilakukan dan berorientasi pada perencanaan secara spasial dengan memperhatikan situasi sosial ekonomi lokal serta menyatukan arah pelaksanaan kegiatan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kebupaten/Kota. Untuk keperluan inilah pembangunan KPH menjadi solusi strategis yang tidak dapat dihindari.
Landasan pembentukan KPH didasarkan terutama oleh beberapa peraturan-perundangan, sebagai berikut:
1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan
4. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota
5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
6. Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH.
7. Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan
Hutan pada KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP)
8. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.
Berdasarkan peraturan-perundangan tersebut, dijelaskan pokok-pokok kandungan isinya yang menjadi pilar kebijakan pembentukan KPH. Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaan tersebut negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat, meliputi:
1. Perencanaan kehutanan
2. Pengelolaan hutan
3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan
4. Pengawasan.
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan,meliputi:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
d. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
f. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota untuk diimplementasikan
3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan telah ditetapkan tugas pokok dan fungsi KPH. Tugas pokok dan fungsi KPH tersebut – terutama untuk KPHP dan KPHL – sebelum ada KPH sebagian dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/ Kota dan sebagian diantaranya dilaksanakan oleh para pemegang ijin. Dengan demikian, maka sebelum ada KPH, seluruh tugas pokok dan fungsi KPH tetap dijalankan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPH tersebut yaitu pada penyelenggaraan manajemen pengelolaan hutan di tingkat tapak/lapangan, sedangkan tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan yaitu penyelenggaraan pengurusan/ administrasi kehutanan.
Dalam rangka pembangunan KPHP dan KPHL di Indonesia maka kementerian kehutanan telah menetapkan indikator kinerja utama (IKU) yang terkait dengan KPH yang tertuang pula dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan pada Permenhut No. P51/Menhut-II/2010 tentang penetapan wilayah KPH di seluruh Indonesia dan beroperasinya 120 KPH maka perlu dibentuk KPH Model di Seluruh Indonesia. Pembangunan KPHP dan KPHL meliputi tiga aspek yaitu pembangunan wilayah, pembentukan organisasi dan penyusunan rencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar