Kamis, 21 Agustus 2014

Hutan Tanaman Rakyat ( HTR )

Sekilas Tentang Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Kebutuhan kayu untuk bahan baku industri di Indonesia yang tercatat resmi mencapai 50-60 juta m3 per tahun, dimana sekitar adalah untuk keperluan industri pulp & kertas. Sebagian besar kebutuhan kayu bulat tersebut masih dipasok dari hutan alam. Padahal  kemampuan hutan produksi alam dalam penyediaan kayu bulat semaikin terbatas. Untuk tahun 2006 hutan produksi alam yang dikelola secara lestari diperkirakan hanya mampu menyediakan kayu bulat 8,2 juta m3. Hal ini menunjukan ada ketimpangan antara supply dan demand dalam pemenuhan bahan baku utnuk industri kehutanan.
Sementara itu pembangunan hutan tanaman industri (HTI) masih berjalan lambat dan kurang memuaskan daya hasil (produktivitas) serta mutu tegakannya. Dari 9 juta hektar kawasan hutan yang telah diberikan ijin tetap, ijin sementara serat pencadangan untuk pembangunan HTI, ternyta baru sekitar 3 juta ha yang telah dibangun tanamannya. Kemampuan HTI menghasilkan kayu juga masih rendah. Tahun 2004 misalnya, volume kayu bulat yang dihasilkan dari HTI hanya 7,3 juta m3. Bandingkan dengan New Zealand yang hutan tanamannya sekitar 1,5 juta hektar tetapi setiap tahunnya mampu menghasilkan kayu bulat skitar 20 juta m3. (Warta Kajian, edisi 1 Desember 2006).
Selama ini pembangunan HTI hanya dilakukan oleh perusahaan swasta atau badan usaha milik negara, berdasarkan fakta di atas pembangunan HTI masih jauh dari harapan semua pihak. Hal ini mengakibatkan tekanan terhadap hutan alam semakin besar. Kebutuhan kayu setiap tahun semakin meningkat sedangkan kemampuan hutan alam semaikn menurun yang akan mengakibatkan munculnya penebangan secara liar (illegal logging) dan perambahan ke kawasan hutan non produksi ( hutan lindung dan konservasi).
Fakta lain menunjukan, keberhasilan rakyat khususnya di Jawa dalam membangun hutan dilahan milik yang lebih dikenal dengan hutan rakyat (HR) harus mendapatkan apresiasi dan perhatian khusus dari pemerintah. Berbagai kajian menunjukan bahwa produksi kayu dari hutan rakyat mampu manjadi penyedia bahan baku industri kehutanan. Di beberapa Kabupaten hutan rakyat bahkan sudah melampaui volume produksi kayu Perum Perhutani. Di Kabupaten Ciamis misalnya, produksi kayu rakyat mencapai 300 ribu m3 per tahun, sementara produksi kayu Perum Perhutani di Kabupaten tersebut hanya sekitar 30 ribu m3 per tahun. Luas hutan rakyat di seluruh Indonesia saat ini ditaksir mencapai 1,5 juta hektar dengan potensi kayu sekiatar 40 juta m3,yang sebagian besar berada di Jawa dengan potensi kayu mencapai 23 juta m3 (Warta Kajian, edisi 1 Desember 2006).

Kondisi ini mendorong Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan menelurkan kebijakan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat  atau lebih dikenal dengan HTR. Secara sederhana HTR dapat terjemahkan sebagai hutan yang dibangun  rakyat di kawasan hutan negara. Sehingga beda dengan Hutan Rakyat (HR) hanya pada objek yang dikelola  yaitu status kepemilikan lahannya sedangkan subjek pengelolaannya sama yaitu masyarakat. Selain mempercepat pembangunan hutan tanaman sekaligus HTR juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan Negara (memberikan akses legal ke masyarakat dalam pemanfaatan hutan produksi).
Tuliasan ini akan mengulas mengenai HTR yang diperoleh penulis dari beberapa literature. Harapannya HTR dapat di pahami secara sederhana dan seluruh stakeholder dapat memahami apa sebenarnya HTR. Tulisan ini akan mengulas mengenai latar belakang HTR, mekanisme pencadangan areal HTR, mekanisme pemberian ijin, pola penyelenggaraan HTR, jenis tanaman HTR, dan terakhir pola pendampingan HTR.

         a.      Latar Belakang


         HTR diletarbelakangi oleh 3 hal yaitu :
  1. Revitalisasi sektor kehutanan perlu dipercepat untuk meningkatkan kontribusi kehutanan terhadapa pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran, dan pengentsan kemiskinan;
  2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 jo No. 3 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.23/Menhut-II/2007 jo P.05/Menhut-II/2008 telah ditetapkan ketentuan pemberian IUPHHK-HTR guna memberikan akses legal, akses ke lembaga keuangan dan akses pasar yang lebih luas kepda masyarakat dalam pemanfaatan hutan produksi;
  3. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat akan melibatkan tugas dan fungsi seluruh Instansi Kehutanan baik pusat maupun derah, Badan Usaha Milik Negara, Swasta, koperasi, LSM, dan masyarakat,sehingga untuk kelancaran dan efektifitas pelaksanaan di lapangan diperlukan nformasi tentang Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat  
          b. Mekanisme Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat ( HTR )
  1. Kepala Badan Planologi (Baplan) atas nama Menteri Kehutanan (Menhut) menyiapkan dan menyampaikan peta arahan indikatif lokasi HTR kepada Bupati dengan tembusan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Usaha Kehutanan (BUK, dulu Bina Produksi Kehutanan /BPK), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kehutanan, Gubernur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kab/Kota, dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH);
  2. Kepala BPKH memberikan asistensi teknis perpetan kepada Dinas Kehutanan (Dinhut) Provinsi dan Dinhut Kab/Kota berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan Kepala Baplan;
  3. Kadishut Kab/Kota Menyampaikan pertimbangan teknis kawasan areal tumpang tindih perijinan, tanaman reboisasi, dan rehabilitasi, dan program pembangunan daerah Kab/Kota kepada Bupati/Walikota, dilampiri peta alokasi HTR skala 1 : 50.000;
  4. Berdasarkan pertimbangan teknis dari Kadishut/Kab/Kota, Bupati/Walikota menyampaikan rencana pembangunan HTR kepada Menhut dilampiri peta usulan Lokasi HTR skala 1:50.000, dengan tembusan kepada Dirjen BUK dan Kepala Baplan;
  5. Kepala Baplan melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dan menyampaikan konsep peta pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan kepada Dirjen BUK;
  6. Dirjen BUK melakukan verifikasi rencana pembangunan HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dari aspek teknis dan administratif dan menyampaikan konsep Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) tentang penetapan/alokasi areal HTR dengan dilampiri konsep peta pencadangan areal HTR dengan dilampiri konsep peta pencadangan areal HTR dan Mengusulkan kepada Menhut untuk ditetapkan;
  7. Menhut menerbitkan pencadangan areal untuk pembangunan HTR dan disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur.


  1. c.       Mekanisme Pemberian Ijin
Gambar 1. Bagan alir mekanisme pemberian ijin HTR



Verifikasi Keabsahan persyaratan IUPHHK-HTR
 oleh Kepala Desa
Bupati, melalui Kepala Desa
Pemohon
(perorangan, kelompok, atau koperasi
Kepala Desa membuat Rekomendasi kepada Bupati/Walikota (tembusan Camat dan Kepala BPPHP)

            Kepala BPPHP melakukan verifikasi persyaratan dan Peta, berkoordinasi dengan BPKH
Kepala BPPHP membuat rekomendasi teknis kpd Bupati/Walikota berdasarkan hasil verifikasi
Bupati/Walikota  a.n. Menhut menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR
Dilampiri peta areal kerja 1:50.000
Tembusan: Menhut, Dirjen BUK, Kep. Baplan, dan Gubernur
Persyaratan :
Perorangan,
1. FC KTP
2. Surat Ket.    Domisili
3.Sketsa areal
Kelompok,
1. FC akta pendirian
2. Surat Ket. Kades
3. Sketsa areal
4. Peta 1:50.000 (luasan > 15 ha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar